Kamis, 30 Oktober 2008

UU Pornografi Ditolak atau Disintegrasi Bangsa??

(Refleksi Penolakan RUU Pornografi di Salatiga pada Hari jumat 17 Oktober 2008 dan Aksi Damai Moria GBKP dan Permata GBKP di kantor DPRD SUMUT/Kantor Gubernur Sumut Rabu 22 Oktober 2008 untuk menolak RUU Pornografi)

Pro dan Kontra masalah RUU APP (Anti Pornografi dan Pornoaksi) yang sudah berganti nama menjadi RUU Pornografi ini sudah berlangsung selama kurang lebih 10 tahun sejak tahun 1998-2008. Sebelumnya ada lebih 60an pasal dari draf RUU APP ini. Akan tetapi setelah banyak di protes dari berbagai kalangan kelompok Masyarakat maka saat ini RUU Pornografi ini tinggal 43 Pasal. Yang menjadi pertanyaan adalah Apakah setelah menjadi 43 Pasal draf RUU Pornografi ini sudah tidak menuai Protes atau Kontroversi dari berbagai Masyarakat? Ternyata tidak, dari 43 pasal RUU Pornografi itu ada 5 Pasal yang menjadi Kontroversi yakni Pasal 1 : Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh Manusia dalam bentuk : Gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan dimuka umum yang dapat membangkitkan seksual dan atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam Masyarakat.

Defenisi ini dinilai kabur, frasa “yang dapat membangkitkan seksual” tidak jelas dan subjektif, seni pertunjukan Masyarakat atau lukisan, misalnya, sangat rentan dianggap melanggar Pasal ini. Pasal 4 setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan pornografi yang memuat : A. Persanggamaan, termaksud persanggamaan menyimpang. B, kekerasan seksual. C, masturbasi atau onani. D. “Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan” atau E. alat kelamin. Definisi “mengesankan ketelanjangan” tidak jelas dan menimbulkan tafsir subjektif. Pasal 5 setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4:1. dengan definisi kabur pada pasal 4, pasal ini rentan untuk mengirim siapapun kedalam Bui/Penjara karena dituduh, misalnya, mengambil foto dari internet yang 'Mengesankan ketelanjangan'. Pasal 10 : Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau dimuka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persanggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya. Definisi istilah ketelanjangan, eksploitasi seksusal, bermuatan pornografi, tidak jelas dan mengandung tafsir subjektif. Pasal 21 : Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Pasal ini dianggap berbahaya karena memberi peluang siapapun, atas nama memerangi “Pornografi” bertindak main hakim sendiri. Sangat Multi tafsir. Untuk itu, RUU Pornogarfi ini sebaiknya di tolak!!

Kita tahu, ada banyak Daerah-daerah yang menolak RUU Pornografi ini diantaranya Provinsi Papua, Bali, Jawa Barat, Sulut, Kalteng, NTT, Medan, Jakarta dan Jogyakarta. Bahkan tidak sedikit elemen Masyarakat dan Organisasi yang ikut menolaknya, PGI, KWI, PMKRI, GMKI, Fraksi PDIP, PDS, Masyarakat Seni Jogya yang dikomandoi Butet, Aktivis Perempuan yang dipimpin Ratna Sarumpaet, Olga Lidyia, Ibu Sinta Abdurahman Wahid dan Ratu Hemas dari Yogyakarta juga sangat keras menolak. Melihat situasi dan masalah itulah Kami juga di Salatiga bersama berbagai elemen Masyarakat seperti LMND, KPI, GMKI, LKU UKSW, KPGI (Kesaktian Peduli Generasi Indonesia), SRMI, YMCA, PERWASUS ikut menolak RUU Pornografi ini. Karena sebenarnya sudah ada Undang-undang No 8 Tahun 1992 Tentang Perfilman, Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-undang No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Undang-undang 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak/Traffiking dan KUHP. Melihat Undang-undang yang sudah ada tersebut maka, sebenarnya RUU Pornografi tidak perlu dibuat, RUU ini perlu di hentikan pembahasannya. Karena sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang Pornografi atau sejenisnya. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana Pemerintah dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Aparat yang terkait untuk segera dengan tegas melaksanakan Undang-undang yang sudah ada tersebut. Bukan malah membuat Undang-undang yang baru seperti RUU Pornografi yang dibahas oleh Pansus RUU P di DPR RI yang diketuai oleh Balkan Kaplale dari Partai Demokrat ini.

Disamping sarat oleh “Agenda terselubung” yang mementingkan segelintir atau sekelompok orang RUU Pornografi ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan Kekerasan atau mengakibatkan munculnya “Milisi-milisi Sipil” baru dengan mengatas namakan menegakkan Moral Bangsa maka ada sekelompok orang yang mengatasnamakan Golongan tertentu yang merasa di menangkan (yang pada akhirnya mereka bebas dan leluasa Menswiping siapa saja yang mereka Anggap Melanggar Undang-Undang Pornografi). Ini sangat berbahaya sekali bagi Kelangsungan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika yang terdiri dari berbagai-bagai Suku dan Budaya. Indonesia begitu indah dengan Kebhinekaan, mengapa harus diseragamkan seperti Budaya dari Taliban dengan Busana yang tertutup!! Pemerintah RI harus Hati-hati dalam hal ini.

RUU Pornografi Ini bisa mengakibatkan Perpecahan atau Disintegrasi Bangsa. Jadi untuk para Partai yang mendukung RUU ini seperti Golkar, Demokrat, PKS, Partai Bulan Bintang, Pan, PKB dan sebagainya segeralah menghentikan RUU Pornografi ini. Kecuali Partai PDI Perjuangan dan PDS yang menolak RUU Pornografi ini karena kedua Partai ini mengakomodir kepentingan Nasional dan Kepentingan Bangsa yang beragam. Bukan kepentingan Sekelompok atau segelintir orang saja. Pemerintah dalam hal ini Balkan Kaplale dan Pansus RUU Pornografi Agar Segera Menghentikan Pembahasan RUU Pornografi ini dengan segera mungkin, karena Sebelumnya sudah banyak yang menolak, bukan tidak mungkin akan terjadi konflik Horizontal di Masyarakat bila RUU P ini dipaksakan untuk tetap di sahkan. Karena banyaknya Pro dan Kontra!! Pemerintah dan DPR RI hendaknya lebih serius mengurus masalah Korban Lapindo, Illeggal Logging, Korupsi BLBI, Korupsi Dana Aliran Bank Indonesia, Kekerasan, Pengangguran, Kemiskinan, Padi Super Toy, Blue Energi, Penggusuran, TKI, Krisis Global, Harga Sawit, Konversi Minyak Tanah ke Gas, BBM yang naik, masalah Pendidikan, Kesehatan dan sebagainya daripada mengurus masalah RUU Pornografi yang Kontroversi ini.

Dan tentunya Pemerintah/DPR RI harus menghargai Pakaian-pakaian dari budaya Bali, Jawa, Papua, Karo, Kalimantan, Sulut dan NTT yang mungkin saja mengesankan “Ketelanjangan” tapi bukan berarti Pornografi seperti yang dijelaskan di draf RUU Pornografi yang penuh Misteri dan Multi Tafsir ini. Tolong hargai Budaya yang beragam di Indonesia ini. Mengenakan Koteka di Papua dan berpakaian Adat di Bali dengan “Agak telanjang” itu bukanlah Porno bagi mereka. Sekali lagi, Negeri ini tidak mesti Seragam. Beda itu Indah. Kami, bukan tidak anti terhadap Pornografi, Sex Bebas, Kumpul Kebo, Selingkuh dan sejenisnya. Kami menolak RUU Pornografi ini karena sarat dengan Kepentingan Politik dan Golongan tertentu. Kami menjamin, bahwa Kami lebih Anti Terhadap masalah Pornografi daripada anggota Pansus DPR RI yang membahas RUU P tersebut. Mari, Urusan Moral serahkan saja kepada Keluarga dan Tokoh Agama. Bukan kepada DPR. Biarkan Masyarakat terdidik oleh Agama dan Keluarganya untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Pemerintah jangan mengurus hal-hal yang Pribadi atau Privat. Untuk itu kami dengan tegas Menolak RUU Pornografi ini, tetapi kami tetap mendukung Pemerintah RI dan Aparatnya untuk membasmi Pornogarfi dan sejenisnya dengan Undang-undang yang sudah ada tapi bukan dengan RUU Pornogarfi. Pada akhirnya RUU Pornografi dapat menimbulkan sinisme baru. Ada sekian banyak istilah yang berhubungan dengan Seksualitas dalam Teks RUU ini : Persanggamaan, Persanggamaan menyimpang, Masturbasi, Alat kelamin, menyajikan secara eksplisit Alat kelamin, dan lain-lain. Kalau seseorang membaca istilah-istilah itu dan kemudian timbul “Hasrat Seksual” pada dirinya, Apakah teks RUU inipun harus dianggap sebuah Pornografi?? Pemerintah RI sedang di Uji dengan masalah Pro dan Kontra RUU P ini. Ditolak atau Disintegrasi Bangsa? Mau pilih yang mana!!

Tuhan Yesus Memberkati AMEN

Penulis

Pdt Masada Sinukaban

Kesaktian Peduli Generasi Indonesia

Sumber:

Tempo 5 Oktober 2008 Halaman 38-39 LRB (Riset dan Wawancara)

Tempo, 19 Oktobert 2008 Halaman 34-35, Pornografi dan Asumsi-asumsi Antropologis : Ignas Kleden

Harian Kompas

You Tube RCTI Com

Draf RUU Pornografi 2008

Situs www.mirifika.

Pernyataan sikap PGI dan KWI Indonesia

Bahan Aksi Front Tolak RUU Pornografi Salatiga, Syalom Pasau, Pdt M Sinukaban DKK

Metro TV : Diskusi Tentang RUU Pornografi bersama Constan Ponggawa dari PDS dan Agung Sasongko dari PDIP

Diskusi bersama Aktivis Perempuan di Salatiga Bulan Oktober 2008 di rumah Pdt M Sinukaban

Senin, 20 Oktober 2008



FRONT TOLAK RUU PORNOGRAFI

(LMND Salatiga, KPGI, GMKI Slatiga, LKU UKSW, SRMI, KPI Salatiga,

LKF Fisipol UKSW, YMCA Salatiga, PERWASUS)

Negara tidak usah mengatur Imajinasi dan ranjang, biarlah keduanya menempati ruang privat.

Bila undang ini disahkan maka akan menyebabkan munculnya milisi-milisi sipil yang baru, karena undang-undang ini turut memberikan ruang bagi masyarakat untuk turut serta mengawal undang-undang ini.

Pokok-pokok RUU P ini sebenarnya sudah termasuk dalam undang penyiaran, perkawinan, trafficking, dan perlindungan anak.

Undang-undang ini semakin memiskinkan rakyat miskin.

RUU P dalam pembahasannya oleh pansus RUU P, bukannya melindungi hak-hak permpuan malahan akan semakin membungkam dan memblejeti hak-hak perempuan itu sendiri.

Masih banyak persoalan-persoalan Negara yang lebih penting yang harusnya lebih diprioritaskan oleh Negara untuk lebih diperhatikan.

RUU Pornogarafi sangat berpotensi membuka ruang disentegrasi bangsa dan kesatuan Negara Republik Indonesia.

Isi RUU P seharusnya lebih fokus pada pemberantasan industri pornografi, buykannya mengurusi privasi masing-masing masyarakat khususnya perempuan.

Jumat, 17 Oktober 2008

PERPISAHAN PDT.ESRA BUKIT STH DENGAN KELUARGA
(RUNGGUN GBKP RG TG PRIOK NARI KU RG GBK
P CISALAK) SELAMAT MELAYANI IBAS RUMAH TUHAN SI MBARU.. TUHAN YESUS MEMBERKATI


MALAM KEAKRABAN DAN MBURO ATE TEDEH IKATAN GENERASI MUDA KARO (IGMK) SALATIGA, JAWA TENGAH
11 OKTOBER 2008

Senin, 06 Oktober 2008

Tolak Pemberlakuan RUU Pornografi menjadi Undang-undang!!!!

Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang sempat menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat di waktu yang lampau sempat dihentikan pembahasannya oleh DPR. Namun ternyata, setelah mendapat banyak pertentangan RUU ini tetap diajukan untuk disahkan menjadi undang-undang setelah mengalami beberapa perubahan, termasuk perubahan judul menjadi RUU Pornografi.

Selain pembahasannya agak luput dari perhatian masyarakat dan juga menampung aspirasi masyarakat ternyata tidak terjadi perubahan yang substansial dari RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang lalu. RUUP ini masih sarat dengan beberapa masalah yang menjadi titik keberatan masyarakat di waktu yang lalu, misalnya beberapa pasal dalam RUU ini masih mengancam eksistensi hidup bersama karena menyangkut persoalan identitas dan keyakinan sebagian rakyat Indonesia, khususnya dari daerah-daerah yang tidak memandang ketelanjangan seseorang menjadi suatu permasalahan serius. Bukan hal yang mustahil kalau hal ini akan kembali memunculkan sentimen Disintegrasi Bangsa.

Pornografi memang semakin merebak belakangan ini terutama dipicu oleh kekuatan kapitalisme yang bersinergi dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Pornografi kini bisa dikonsumsi semua orang tanpa memandang batas usia dan tempat. Dari anak-anak hingga masyarakat yang hidup di pelosok-pelosok desa, kini bisa mengakses pornografi melalui internet, VCD porno yang beredar secara gelap maupun telepon "esek-esek".

Hal ini tentu sangat menguatirkan. Namun, menghadapinya dengan pemberlakuan RUU Pornografi ini sangat sarat masalah atas beberapa pertimbangan berikut:

1. Perumusan Pornografi pada pasal 1 RUU ini masih sangat multi tafsir dan jauh dari kejelasan. Hal ini tidak memenuhi azas kejelasan rumusan sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Penyusunan Hukum. Misalnya ungkapan "yang dapat membangkitkan hasrat seksual" adalah berbeda-beda bagi setiap orang, sehingga cara seseorang berjalan pun bisa dikenakan pada ungkapan ini. Demikian pun halnya dengan istilah "tampilan yang mengesankan ketelanjangan" (Pasal 4 poin d) Dalam menafsirkan istilah-istilah yang tidak jelas akan terbuka kemungkinan setiap orang menginterprestasikannya dengan akibat justru tidak tercapainya kepastian hukum.

2. RUU ini mengesankan seolah-olah akar segala persoalan yang menghantar bangsa Indonesia pada kemerosotan moral terletak pada seksualitas dan erotisme. Jadi kalau masalah ini diselesaikan dengan sendirinya persoalan moral juga beres. Tujuan pengaturan pornografi dengan pendekatan hukum. Membangun moralitas masyarakat dengan hukum positif akan menempatkan negara pada posisi yang sangat menentukan pun dalam hal-hal yang bersifat privat. Jika demikian halnya bukankah negara akan menjadi negara totaliter? Pertanyaannya adalah, sampai seberapa jauhkah wewenang negara mengawasi warga negaranya? Apakah negara juga berwenang menentukan mana yang boleh dan yang tidak boleh dibaca oleh warga-negara? Tidakkah dengan demikian, kita menolong negara menjadi sebuah negara totaliter? Menjadi persoalan adalah, apakah negara juga memiliki wewenang untuk menentukan standard moralitas tersebut sampai memasuki wilayah personal? Dan kalau ya, batasan atau standard siapakah yang akan digunakan? Kalau Negara begitu kuatnya dalam menentukan moralitas personal, dimanakah peran lembaga Keluarga, Pendidikan dan Agama?

3. Adanya pengecualian pada pasal 7 dan 14 akan mengaburkan substansi RUU ini. Hukum dengan pengecualian akan menimbulkan diskriminasi dan sangat rawan terhadap manipulasi dan korupsi.

4. Tidak menghargai keragaman perspektif, terutama kekayaan ekspresi social budaya tradisional maupun kontemporer, baik komunal maupun personal yang ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian kepelbagaian budaya yang sangat beragam akan tereliminir oleh pemberlakuan RUU ini menjadi Undang-Undang. Padahal Pasal 28 dan 32 UUD 1945 nyata-nyata memberikan jaminan akan keragaman budaya ini dan merupakan identitas serta hak masyarakat. Penegasan akan kebebasan mengekspresikan keragaman budaya tersebut dikuatirkan akan menimbulkan disharmoni di tengah masyarakat. Sementara itu, tujuan reformasi kita adalah terwujudnya sebuah civil-society di negeri kita. Salah satu cirinya adalah kedewasaan warga negara di dalam menyikapi berbagai keberagaman.

Oleh karena beberapa pertimbangan diatas, maka kami menolak diberlakukannya RUU Pornografi ini menjadi Undang-Undang.

Kami menyadari adalah suatu kebutuhan akan pengaturan dan penertiban tentang pornografi. Namun, yang dibutuhkan adalah penertiban dan pengaturan distribusi yang lebih bertanggung-jawab atas produk-produk pornografi serta penegakan hukum yang tegas terhadap pemberlakuan Undang-Undang yang telah ada terkait dengan masalah ini seperti UU No.8 Tahun 1992 Tentang Perfilman, UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers. UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dan UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Kiranya keberatan atas keberadaan RUU Pornografi ini hendaknya tidak disalah-pahami sebagai menyetujui Pornografi.

Ditulis ulang Pdt Masada Sinukaban

KESAKTIAN PEDULI GENERASI INDONESIA

Diangkat/diambil dari Website KWI : Internet www.mirifica.net

PGI : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia

Nabi mana yang asli? tolong angkat tangan kalian

( 1 sam 7:15-22 )

By: Eddy wayan

Mahasiswa Theologia UKSW, Salatiga

Di suatu desa, hiduplah seorang tukang pembuat tembikar atau benda keramik seperti guci, tempayan, dan perabotan rumah tangga yang lain. Ia hidup di keluarga yang miskin dan di tempat yang tandus. Dengan hanya memiliki sebidang tanah saja ia berusaha menghidupi saudara-saudaranya. Satu cita-citanya adalah merubah daerah yang tandus ini menjadi daerah yang makmur. Namun dengan keterampilannya, yang hanya bisa membuat keramik dengan mengolah tanah yang tandus itu, apa yang bisa ia lakukan? kemudian ia mulai berfikir, mengapa saya tidak mengajarkan ketrampilan ini kepada masyarakat disini? Dengan demikian setidaknya mereka dapat mendapat penghasilan sehingga mereka bisa menghidupi keluarga mereka. Akhirnya ia-pun membagikan keahliannya kepada penduduk setempat. mulai terjadi perubahan dalam masyarakat dan akhirnya daerah itu menjadi penghasil keramik yang cukup punya nama. kebutuhan semakin meningkat, dan dengan mengandalkan keahliannya, ia pun merantau dan mangadu nasib di kota. Ia terkejut melihat harga yang jauh lebih tinggi di banding harga di desanya. Kemudian ia memikirkan kembali cita-citanya yaitu membantu masyarakat di desanya. Ia-pun menjadi penyalur keramik-keramik dari desanya ke kota. Beberapa puluh tahun lamanya, ia tidak pernah pulang ke desa itu, dan ketika ia pulang, ia menangis terharu melihat desa yang tadinya tandus, menjadi sebuah tempat yang sangat makmur. Didesa itu, ada sebuah keramik yang sangat tua yang letaknya di pusat perkampungan itu. Setiap harinya, ketika ada orang baru datang, maka mereka harus mencocokan telapak tangan mereka pada corak yang berbentuk telapak tangan pada sisi keramik itu. Konon tradisi itu mereka lakukan sejak kepergian pemuda ini ke kota. Sesekali ada orang yang telapak tangan mereka sama dengan corak yang ada di keramik itu, masyarakat didesa itu pun memperlakukan orang itu dengan sangat baik layaknya seorang raja. Ketika ia tiba di pusat daerah itu, ia melihat keramik yang ia tinggalkan berpuluh tahun yang lalu. Ia pengambil batu dan memecahkan keramik itu sampai hancur. Masyarakat sangat marah melihat tindakannya, dan hendak mengadilinya. Ketika mereka menanyakan alasan mengapa ia memecahkan keramik itu, ia pun menjawab; “di dalam keramik itu ada sepucuk surat yang bertuliskan tentang penyesalanku dilahirkan di keluarga dan masyarakat yang miskin ini, di tempat yang sangat tandus”. Sekarang penyesalan itu harus aku bakar menjadi abu, karena penyesalan itu sudah berubah menjadi kebahagiaan dan rasa syukurku karena aku dilahirkan di tempat ini. Telapak tangan pada sisi keramik itu adalah bekas tanganku memukul keramik itu, ketika menyesali hanya ini keahlianku. Kemudian ia bertanya kepada mereka katanya; mengapa setiap orang yang datang harus mencocokan telapak tangan mereka pada keramik ini? Masyarakat itu-pun menjawab; hari ini adalah saat dimana engkau menjadi raja kami, karena jika tanpa-mu kami tidak akan seperti sekarang ini. Dan engkaulah seorang yang Tuhan utus untuk menolong kami.

Perjuangan bangsa Israel dalam mengangkat derajat mereka menjadi bangsa yang merdeka, sama halnya dengan kisah bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Pada masa dimana kita sebagai bangsa yang terjajah, ada banyak muncul tokoh tokoh reformasi. Pengorbanan yang mereka lakukan sangat besar tanpa pamrih. Pengorbnanan seperti ini jarang terjadi di zaman sekarang ini. Alasannya adalah, karna kita sudah tidak punya lagi jiwa persatuan dan jiwa patriotik. Dikondisikan seperti ini, sehingga mentalitas bangsa menjadi sangat hancur. Orang Indonesia sudah tidak punya tujuan yang pasti dalam menata dan memikirkan masa depan bangsa. Ada beberapa faktror yang mungkin dapat menjadi perbincangan lebih lanjut.

Faktor yang pertama adalah kurangnya kesadaran saling memiliki, artinya bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berbuat curang. Seperti ketika seorang pemimpin memiliki kekuasaan penuh, maka dalam kenyataannya, mereka lebih cenderung memikirkan keuntungan apa yang akan ia dapat dari kekuasaanya. Menjadi seorang pemimpin bukan digunakan untuk memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan untuk kesejahteraan bawahannya, melainkan cenderung menindas yang lebih lemah.

Faktor yang berikutnya, bahwa banyak generasi muda yang terbuai dengan masa muda yang penuh dengan kesenangan. Pengaruh perkembangan jaman sehingga membuat mereka mudah melakukan apa saja yang mereka inginkan. Orang bilang dijaman sekarang ini, semua serba “instan” semua bisa diraih dengan cepat tanpa sebuah proses yang memakan waktu. Ketika manusia terbiasa dengan kemudahan-kemudahan yang relative cepat, kemudahan dan kenyamanan semakin tinggi, orang sudah tidak akan memiliki kemampuan bertahan hidup dalam situasi susah, atau memikirkan masa depan dengan belajar dari proses atau pengalaman yang bertahap.

Dari dua contoh diatas, kita bisa mengatakan bahwa dari orang tua-tua, sampai generasi yang lebih muda, sudah kurang kesadaran dalam memikirkan arah tujuan bangsa ini. Yang tua tidak bisa menjadi contoh bagi yang muda, sedangkan yang muda tidak lagi memiliki inisiatif merubah situasi. Walaupun reformator-reformator muda masih ada, namun tidak lagi memiliki kebulatan tekad seperti dalam masa-masa pra kemerdekaan. Dikala kebutuhan semakin membuat mereka enggan untuk memikirkan kebutuhan orang banyak. Mereka pun menjadi tokoh hanya sebatas memikirkan saja tanpa melakukan suatu tindakan yang nyata.

Melihat apa yang menjadi dasar dari fikiran diatas, kita akan menyusuri sejarah julukan “nabi” dalam perjanjian lama. Bahwa seorang yang di beri gelar “nabi” adalah mereka yang memiliki kepekaan dalam spiritual dan dalam kehidupan sosial. Artinya bahwa secara pribadi mereka dapat menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam iman Kristen menyebut dengan istilah “menjaga kekudusan” namun, di lain sisi mereka juga aktif dan peduli terhadap keadilan yang menyangkut orang banyak. Semua keputusan dan tindakannya harus selalu berdasarkan realitas sosial dan atas rasa empati yang dalam dari hati nuraninya. Alkitab sering menyebut kata “hikmat” sebagai dasar dalam semua keputusan seorang nabi. Artinya bahwa seorang nabi sendiri harus memiliki sifat yang tidak bertindak semena-mena atau tanpa memikirkan orang lain.

Nabi bukanlah orang yang turun dari langit atau selalu seorang keturunan raja, melainkan muncul dari tengah masyarakat dan dari bentuk ketidak adilan yang terjadi di masyarakat tersebut. Pada masa kini , masih adakah sosok seorang nabi yang masih hidup? Jawabanya hanya jika kita memahami bilamana seseorang diberi julukan nabi. Anggapan umum kita, bahwa julukan nabi hanya di peruntukan bagi orang yang hidup pada Zaman penulisan Alkitab saja. Atau pada masa kerajaan Daud. Mengapa demikian? Kita sering terlalu melihat bahwa kebudayaan pra-sejarah yang ada dalam Alkitab adalah kebudayaan yang sangat kental dengan kejadian-kejadian mistik, seperti cerita air bah, sepuluh tulah bagi bangsa mesir dan lain sebagainya, anggapan kita bahwa dulu Allah sangat dekat dengan manusia bahkan sering di ceritakan jika, orang-orang tertentu bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, sementara orang sekarang sudah kehilangan kepercayaan dari Allah. Benarkah demikian? Atau sebenarnya cerita di zaman Daud dan nabi-nabinya hanya sebuah pesan yang memiliki maksud atau tujuan lain? Tanpa harus mengurangi cerita atau kebenaran Alkitab, saya ingin melihat apa saja yang pernah bangsa Israel alami di masa munculnya nabi-nabi.

Meskipun diberi judul Samuel, kitab ini lebih mengisahkan terben­tuknya kerajaan Israel yang baru berhasil sepenuhnya di masa raja Daud. Kisah tentang Samuel dimulai pada awal kitab ini, yakni 1 Sam 1:1-28, dan kemudian bagaimana ia mulai berperan sebagai Nabi? Samuel adalah nabi yang nantinya juga mengurapi daud menjadi raja israel.